Rabu, 19 September 2012

Anemia Defisiensi Fe

Defenisi
Anemia defisiensi zat besi adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki zat  besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya atau pengurangan sel darah  karena kurangnya zat besi.
Seorang anak yang mula-mula berada di dalam keseimbangan besi kemudian menuju ke keadaan anemia defisiensi besi akan melalui 3 stadium yaitu:
Stadium I: Hanya ditandai oleh kekurangan persediaan besi di dalam depot. Keadaan ini dinamakan stadium deplesi besi. Pada stadium ini baik kadar besi di dalam serum maupun kadar hemoglobin masih normal. Kadar besi di dalam depot dapat ditentukan dengan pemeriksaan sitokimia jaringan hati atau sumsum tulang. Disamping itu kadar feritin/saturasi transferin di dalam serumpun dapat mencerminkan kadar besi di dalam depot. 
Stadium II: Mulai timbul bila persediaan besi hampir habis. Kadar besi di dalam serum mulai menurun tetapi kadar hemoglobin di dalam darah masih normal. Keadaan ini disebut stadium defisiensi besi. 
Stadium III: Keadaan ini disebut anemia defisiensi besi. Stadium ini ditandai oleh penurunan kadar hemoglobin MCV, MCH, MCHC disamping penurunan kadar feritin dan kadar besi di dalam serum.

Epidemiologi
Sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya adalah anemia defisiensi besi. Prevalensi anemia defisiensi besi di Indonesia belum ada data yang pasti, Martoatmojo et al memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan tidak hamil serta 46-92% pada wanita hamil.  Sedangkan angka kejadian anemia di Indonesia berdasarkan SKRT 1995 pada anak usia kurang dari 5 tahun adalah 40,5 %, dan 47,2% pada usia 5-9 tahun serta 10-14 tahun.

Etiologi
Defisiensi zat besi terjadi jika kecepatan kehilangan atau penggunaan elemen  tersebut melampaui kecepatan asimilasinya. Penurunan cadangan zat besi jika bukan  pada anemia yang nyata, biasanya dijumpai pada bayi dan remaja dimana merupakan  masa terbanyak penggunaan zat besi untuk pertumbuhan. Neonatal yang lahir dari  perempuan dengan defisiensi besi jarang sekali anemis tetapi memang memiliki  cadangan zat besi yang rendah. Bayi ini tidak memiliki cadangan yang diperlukan  untuk pertumbuhan setelah lahir. ASI merupakan sumber zat besi yang adekuat secara  marginal.
Berdasarkan data dari “the third National Health and Nutrition Examination  Survey” ( NHANES III ), defisiensi besi ditentukan oleh ukuran yang abnormal dari  serum ferritin, transferring saturation, dan/atau erythrocyte protophorphyrin.
Defisiensi zat besi terjadi jika kecepatan kehilangan atau penggunaan elemen tersebut melampaui kecepatan asimilasinya.
Penyebab defisiensi besi antara lain:
  • Peningkatan penggunaan zat besi
-        Percepatan pertumbuhan pascanatal
-        Percepatan pertumbuhan remaja
  • Kehilangan darah fisiologik
-        Menstruasi
-        Kehamilan
  • Kehilangan darah patologis
-        Perdarahan saluran makanan
-        Perdarahan genitourinarius
-        Hemosiderosis paru
-        Hemolisis intravascular 
  • Penurunan pengambilan besi
-        Makanan kaya gandum, rendah daging
-        Pica
-        Orang lanjut usia dan orang miskin
-        Penggemar makanan tertentu 
-   Malabsorpsi à gastrektomi, tropical sprue atau colitis kronik.
Faktor Resiko
 Wanita menstruasi
 Wanita menyusui/hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi
 Bayi, anak-anak dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan yang cepat
 Orang yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi, jarang makan  daging dan telur selama bertahun-tahun.
 Menderita penyakit maag.
 Penggunaan aspirin jangka panjang
 Colon cancer
 Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapi dapat digantikan dengan  brokoli dan bayam.
 Gejala Klinis
 Ada banyak gejala dari anemia, setiap individu tidak akan mengalami seluruh  gejala dan apabila anemianya sangat ringan, gejalanya mungkin tidak tampak.  Beberapa gejalanya antara lain; warna kulit yang pucat, mudah lelah, peka terhadap  cahaya, pusing, lemah, nafas pendek, lidah kotor, kuku sendok, selera makan turun,  sakit kepala (biasanya bagian frontal). Defisiensi zat besi mengganggu proliferasi dan pertumbuhan sel. Yang utama  adalah sel dari sum-sum tulang, setelah itu sel dari saluran makan. Akibatnya banyak  tanda dan gejala anemia defisiensi besi terlokalisasi pada sistem organ ini:
o Glositis ; lidah merah, bengkak, licin, bersinar dan lunak, muncul secara  sporadis.
o Stomatitis angular ; erosi, kerapuhan dan bengkak di susut mulut.
o Atrofi lambung dengan aklorhidria ; jarang
o Selaput pascakrikoid (Sindrom Plummer-Vinson) ; pada defisiensi zat besi  jangka panjang.
o Koilonikia (kuku berbentuk sendok) ; karena pertumbuhan lambat dari lapisan  kuku.
o Menoragia ; gejala yang biasa pada perempuan dengan defisiensi besi.  
Satu gejala aneh yang cukup karakteristik untuk defisiensi zat besi adalah Pica,  dimana pasien memiliki keinginan makan yang tidak dapat dikendalikan terhadap  bahan seperti tepung (amilofagia), es (pagofagia), dan tanah liat (geofagia). Beberapa  dari bahan ini, misalnya tanah liat dan tepung, mengikat zat besi pada saluran  makanan, sehingga memperburuk defisiensi. Konsekuensi yang menyedihkan adalah  meningkatnya absorpsi timbal oleh usus halus sehingga dapat timbul toksisitas timbal  disebabkan paling sedikit sebagian karena gangguan sintesis heme dalam jaringan saraf, proses yang didukung oleh defisiensi zat besi.
Patogenesis  
Di negara maju, defisiensi besi dari makanan jarang menjadi penyebab tunggal terjadinya anemia. Besi dalam makanan terdapat pada daging khusunya hati. Sumber besi ini lebih baik daripada sayuran, telur atau produk susu.
Penyebab utama anemia defisiensi besi adalah perdarahan kronik, biasanya dari uterus atau saluran cerna.  Patogenesanya terbagi atas tiga fase:
  1. Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state ataunegative iron balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbs besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif.
  2. Apabila kekurangan besi berlanjut terus, maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut iron deficient erythropoesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Parameter spesifik ialah kadar reseptor transferin dalam serum yang meningkat.
  3. Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropoesis akan makin terganggu sehingga kadar hemoglobin akan menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer. Disebut juga iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.
Diagnosis
Penegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang diteliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Anamnesis bertujua untuk mengeksplorasi riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat gizi, anamnesis mengenai lingkungan, paparan terhadap zat kimia fisik, atau riwayat pemakaian obat tertentu. Pemeriksaan fisik terhadap pasien pada konjungtiva mata, warna kulit, kuku, mulut, dan papil lidah apakah terdapat gejala umum anemia/ sindrom anemia. Secara laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi sebagai berikut :
  1. Adanya riwayat perdarahan kronis atau terbukti adanya sumber perdarahan.
  2. Laboratorium : Anemia hipokrom mikrosister, Fe serum rendah, TIBC tinggi.
  3. Tidak terdapat Fe dalam sumsum tulang (sideroblast-)
  4. Adanya respons yang baik terhadap pemberian Fe.
Diagnosis Laboratorium

Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah :
1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan pada anemia difisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis.Indeks eritrosit sudah dapa mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-perlahan. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan derajat anemia. Pada kasusankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.
2. Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-kelompok normo-blast basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecil-kecil, sideroblast.
3. Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat >350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.
4. Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum, konsentrasinya sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuloendotel. Pada anemia defisensi besi, kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar feritin serum normal atau meningkat pada anemia penyakit kronik.
5. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.
6. Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.
7. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in loop, pemeriksaan ginekologi.
DIAGNOSIS BANDING
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya, seperti :
1. Thalasemia (khususnya thallasemia minor) :
  • Hb A2 meningkat
  • Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun.
2. Anemia kaena infeksi menahun :
  • Biasanya anemia normokromik normositik. Kadang-kadang terjadi anemia hipokromik mikrositik.
  • Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun.
3.  Keracunan timah hitam (Pb) :
  • Terdapat gejala lain keracunan P.
  • Terdapat ring sideroblastik pada pemeriksaan sumsum tulang.1
  • Anemia sideroblastik :
 PENATALAKSANAAN
1. Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan antelmintik yang sesuai.
2. Pemberian preparat Fe :
Pemberian preparat besi  (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.
3. Bedah
Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena diverticulum Meckel.
4. Suportif
Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).2,4
TERAPI
            Setelah diagnosis ditegakan  maka dibuat rencana pemberian terapi, terapi terhadap anemia difesiensi besi dapat berupa :
  • Terapi kausal: tergantung penyebabnya,misalnya : pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengubatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
  • Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh :
  1. Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman.preparat yang tersedia, yaitu:
    1. Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan efektif). Dosis: 3 x 200 mg.
    2. Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate,harga lebih mahal, tetepi efektivitas dan efek samping hampir sama.
    3. Besi parenteral
Efek samping lebih berbahaya,serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu :
  1.  Intoleransi oral berat; Kepatuhan berobat kurang;
  2.  Kolitis ulserativa;
  3.   Perlu peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir).
Prognosis
Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat.
Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai berikut :
-          Diagnosis salah
-          Dosis obat tidak adekuat
-          Preparat Fe tidak tepat atau kadaluarsa
-          Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung menetap
-          Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi (infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal,penyakit tiroid,penyakit defisiensi vitamin B12, asam folat ).
-          Gangguan absorpsi saluran cerna

Tidak ada komentar:

Posting Komentar