Rabu, 19 September 2012

Metabolisme Fe

Siklus Besi dalam Tubuh
Konsentrasi besi tubuh normal adalah  40- 50 mg Fe/Kg BB dimana laki-laki lebih besardari perempuan.  Kebanyakan besi yang ada berupa senyawa dengan berikatan pada protein tertentu, bukan dalam bentuk logam bebas. Besi ditransport dalam bentuk ikatan dengan transferin plasma dan transferin cairan ekstrasel. Jumlah besi sekitar 5-6 mg Fe/Kg pada wanita, 10-12 mg Fe/Kg pada laki-laki disimpan dalam bentuk ferritin dan hemosiderin, dalam hepatosit, makrofag dihati, sumsum tulang, limpa dan otot sebagai persiapan saat kehilangan darah (Bakta, 2000).
Besi diet yang diserap usus kemudian diikat oleh transferin plasma. Pada laki-laki dewasa dengan berat badan 70 kg, jumlah besi-transferin dalam plasma sekitar 3 mg, meskipun besi harian yang ditransport melalui cara ini lebih dari 30 mg. Sebagian besar besi ± 24 mg/hari berada di prekursor erythroid sumsum tulang, dan sebagian besar dari jumlah ini yaitu sekitar 17 mg/hari menjadi hemoglobin di dalam erithrosit disirkulasi yang nantinya akan dikatabollisme oleh makrofag dalam sumsum tulang, limpa dan hati. Besi kemudian dilepaskan dari hemoglobin dan kembali ke transferin plasma. Beberapa dari besi dalam erythroid sumsum tulang sekitar 7 mg Fe/ hari dikatabolisme langsung oleh makrofag karena fagositosis pada prekursor erythroid yang terganggu atau perpindahan dari feritin erytrosit menyebabkan makrofag mengembalikan besi ke transferin plasma ± 22 mg Fe/hari. Besi dalam erytron yang mengalami pergantian berasal dari beberapa besi yang baru diabsorpsi dari GI tract dan dari fraksi minor sekitar 2 mg Fe/hari besi Hb yang masuk ke plasma melalui enukleasi normoblas atau hemolisis intravaskuler. Selanjutnya akan terikat dengan haptoglobin/ hemopexin dan dihantarkan ke hepatosit (Andrew, 1999).

Keseimbangan Besi dalam Tubuh
Keseimbangan besi ditentukan oleh perbedaan antara asupan besi dan keluaran besi dari tubuh. Jika persediaan besi tubuh menurun maka absorpsinya meningkat, sebaliknya absorbsi akan meningkat jika persediaan besi tubuh menurun. Besi yang diserap usus atau dikeluarkan setiap hari berkisar antara 1-2 mg. Besi heme dan nonheme diabsorpsi melalui brush border pada usus kecil bagian atas. Absorpsi besi yang terkandung dalam diet, ditentukan oleh jumlah dan bentuk besi, komposisi diet dan faktor gastro intestinal (GI tract). Besi heme biasanya terkandung sedikit dalam diet namun absorpsinya sekitar 20-30%.  Kebanyakan besi yangterkandung dalam diet berupa besi non heme yaitu sekitar 90% dan absorpsinya dipengaruhi oleh keseimbangan antara inhibitor seperti phytate, tanat, fosfat dan ditingkatkan oleh asam amino dan asam askorbat. Biasanya kurang dari 5% besi non heme yang terabsorpsi. Ketersediaan besi juga dipengaruhi oleh faktor gastrointestinal seperti sekresi gaster, gerakan usus dan akibat dari operasi atau penyakit usus. Absorpsi besi diatur oleh sel mukosa usus kecil bagian proksimal. Regulasi mokusal dari absorpsi besi mungkin terjadi melalui satu atau lebih langkah berikut ini yaitu: (1) mukosa mengambil besi yang melewati vili dan membran, (2) retensi besi dalam mukosa, (3) pemindahan besi dari sel mukosa ke plasma. Secara umum mekanisme absorpsi besi melalui sel mukosa ini mampu memenuhi kebutuhan cadangan besi dan tingkateritropoesis dimana absorpsi meningkat jika cadangan besi  menurun dan aktivitas eritropoesis meningkat. Sekitar 3,5mg Fe/hari diabsorpsi dari diet dengan bioavalaibilitas yang cukup dan pada fase defisiensi besi Gambar 3. Keseimbangan besi tubuh (Andrew, 1999) terdapat faktor yang meningkatkan absorpsi besi (Andrew, 1999).

Absorbsi Besi
Besi diet yang berasal dari makanan diserap dalam usus. Proses absorbsi besi dalam usus terdiri atas 3 fase yaitu fase luminal, fase mukosal dan fase sistemik atau korporeal (Bakta, 2000).
Pada fase luminal ikatan besi dari bahan makanan dilepaskan atau dirubah menjadi bentuk terlarut dan terionisasi. Kemudian besi dalam bentuk feri (Fe3+)direduksi menjadi bentuk fero(Fe2+) sehingga siap diserap usus. Dalam proses ini getah lambung dan asam lambung memegang peranan penting. Absorbsi paling baik terjadi pada duodenum dan jejenum proksimal. Hal ini dihubungkan dengan jumlah reseptor pada permukaan usus dan pH usus. Di dalam usus, besi akan dibedakan menjadi besi non haem dan besi haem. Kedua jenis besi ini mempunyai sifat sangat berbeda. Besi haem diserap secara langsung, tidak dipengaruhi oleh bahan penghambat atau pemacu dan presentase absorbsinya besar yaitu 4 kali dari besi non haem. Sedangkan absorbsi besi non haem sangat dipengaruhi oleh zat pengikat (ligand) yang dapat menghambat ataupun memacu absorbsi. Senyawa besi haem terdapat dalam daging, ikan dan hati. Besi haem ini diserap secara utuh dan setelah berada dalam epitel usus (enterosit) akan dilepaskan dari rantai porfirin oleh ensim haemoxygenase, kemudian ditransfer ke dalam plasma atau disimpan dalam ferritin. Persentase besi yang diserap sangat tinggi yaitu 10-25%. Penyerapan besi non haem sangat dipengaruhi oleh adanya zat-zat yang mempertahankan besi tetap dalam keadaan terlarut. Bahan ini disebut zat pemacu atau promoter atau  enhancer. Sedangkan zat penghambat atau inhibitor adalah zat yang membentuk kompleks yang mengalami presipitasi sehingga besi sulit diserap. Bahanbahan yang bekerja sebagai pemacu utama ialah. daging, ikan dan hati, asam askorbat atau vitamin C. Beberapa bahan yang terdapat dalam daging yang dikenal sebagai meat factor seperti asam amino,  cysteine dan  glutathion dapat meningkatkan absorbsi besi melalui pembentukan soluble chelate yang mencegah polimerisasi dan presipitasi besi. Asam askorbat merupakan bahan pemacu absorbsi yang sangat kuat yang berfungsi sebagai reduktor yang dapat mengubah feri menjadi fero, mempertahankan pH usus tetap rendah sehingga mencegah presipitasi feri dan bersifat sebagai monomeric chelator yang membentuk iron-ascorbate chelate yang lebih mudah diserap. Zat penghambat absorbsi besi sebagian besar  terdapat dalam makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Penghambat paling kuat ialah senyawa polifenol seperti tanin dalam teh. Teh dapat menurunkan absorbsi sampai 80 % sebagai akibat terbentukknya kompleks besi-tanat. Kopi juga mengandung polipenol tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan teh. Bahan penghambat lain ialah phytate, bekatul, kalsium, posfat, oksalat dan serat (fibre) yang dapat membentuk kompleks polemer besar Fase absorbsi yang ke dua adalah fase mukosal. Pada fase mukosal besi diserap secara aktif melalui reseptor.  Jika dosis terlalu besar besi akan masuk secara difusi pasif. Dalam sel enterosit besi akan diikat oleh suatu karier protein spesifik dan ditransfer melalui sel ke kapiler atau disimpan dalam bentuk feritin dalam enterosit kemudian dibuang bersamaan dengan deskuamasi epitel usus. Susunan karier protein ini belum diketahui dengan pasti.  Ada yang menduga sebagai suatu transferin like protein. Pada fase sistemik (korporeal) besi yang masuk ke plasma diikat oleh apotransferin menjadi transferin dan diedarkan ke seluruh tubuh, terutama ke sel eritroblast dalam sumsum tulang. Semua sel mempunyai reseptor transferin pada permukaannya. Transferin ditangkap oleh reseptor ini dan kemudian melalui proses pinositosis (endositosis) masuk dalam vesikel (endosome) dalam sel. Akibat penurunan pH, besi, transferin dan reseptor akan terlepas dari ikatannya. Besi akan dipakai oleh sel sedangkan reseptor dan transferin dikeluarkan dan dipakai ulang. Besar kecilnya penyerapan besi oleh usus ditentukan oleh faktor intraluminal dan faktor regulasi eksternal. Faktor intraluminal ditentukan oleh jumlah besi dalam makanan, kualitas besi (besi haem atau non haem), perbandingan jumlah pemacu dan penghambat dalam makanan. Faktor regulasi luar ditentukan oleh cadangan besi tubuh dan kecepatan eritropoesis.

Gangguan Metabolisme Besi
Anemia diakibatkan oleh karena berkurangnya penyediaan besi atau gangguan utilisasi besi dalam susmsum tulang. Anemia hipokromik mikrositer dengan gangguan metabolisme besi merupakan penyebab anemia paling sering dijumpai baik dalam praktek klinik maupun di lapangan (Bakta, 2000).  Salah satu anemia yang termasuk dalam anemia ini adalah anemia defisiensi besi.
Patogenesis anemia defisiensi besi diawali dengan adanya perdarahan menahun. Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron depleted state. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi atau sering disebut  iron deficient erythropoiesis. Selanjutnya muncul anemia hipokromik mikrositer yang  disebut iron deficiency anemia (Bakta, 2000).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar