A. Pengertian Identitas Gender dan Gangguan Identitas Gender
Ø
Identitas
jenis kelamin ( gender identity ) adalah keadaan psikologis yang mencerminkan
perasaan dalam ( inner sense ) diri seseorang sebagai laki – laki atau wanita.
(Kaplan, 1994)
Ø
Peran
jenis kelamin ( gender role ) adalah pola perilaku eksternal yang mencerminkan
perasaan dalam ( inner sense ) dari
identitas jenis kelamin. (Kaplan, 1994)
Ø
Gangguan
identitas gender adalah bagaimana seseorang merasa bahwa ia adalah seorang pria
atau wanita, dimana terjadi konflik antara anatomi gender seseorang dengan
identitas gendernya (Nevid, 2002).
Ø
Ditandai
dengan kekacauan dalam harapan peranan seks dan jenis kelamin yang ditentukan.
Dengan demikian, identitas jenis kelamin tidak sintonik dengan ciri-ciri
seksual eksternal atau dengan harapan masyarakat.
2.2 Epidemiologi
Sebagian besar
perkiraan prevalensi adalah didasarkan pada jumlah orang yang meminta
pembedahan penggantian jenis kelamin . Suatu angka yang menyatakan adanya
penonjolan jumlah laki – laki. Pada 3 klinik dilaporkan ,Laki : perempuan = 30
:1, 17 :1, 6 :1. Ketidakseimbangan tersebut menyatakan laki – laki lebih rentan
terhadap gangguan identitas jenis kelamin .
Penelitian pada
anak laki – laki yang dirujuk untuk terapi psikiatrik rawat jalan menemukan
bahwa sampai kira –kira 50 persennnya memiliki jumlah perilaku keperempuan –
puanan yang bermakna. Anak laki – laki tidak dirujuk terutama karena masalah
dengan identitas jenis kelamin. Beberapa banyak yang memenuhi kriteria untuk
gangguan identitas yang tidak jelas.
2.3
Etiologi Gangguan Identitas Jenis Kelamin
1.
Faktor Biologis
Gangguan Identitas Gender terlepas dari berbagai isu, bahwa secara
meragukan pola tersebut dapat disebabkan oleh gangguan
fisik.Secara spesifik, bukti menunjukkan bahwa identitas
gender dipengaruhi
oleh hormon dalam
tubuh. Tubuh manusia menghasilkan hormon testosterone yang mempengaruhi neuron
otak, dan berkontribusi terhadap maskulinisasi otak yang terjadi pada area
seperti: hipotalamus, dan sebaliknya dengan hormone feminism.
Sebuah studi yang menunjukkan poin ini dilakukan terhadap
para anggota sebuah Keluarga Batih di Republik Dominika (Imperato McGinley,dkk., 1974). Para peserta dalam studi ini tidak mampu memproduksi suatu
hormone yang bertanggung jawab untuk membentuk penis dan skrotum pada masa
pertumbuhan janin laki-laki. Mereka lahir dengan penis dan skrotum yang sangat
kecil yang mirip seperti lipatan bibir.Dua pertiganya dibesarkan sebagai
perempuan, namun ketika mereka memasuki pubertas dan kadar testosteronnya
meningkat, organ kelamin mereka berubah-penis mereka membesar dan testikel
mengecil menjadi skrotum.Akhirnya, sebanyak 17 dari 18 peserta kemudian
memiliki identitas / gender
laki-laki.
- Faktor Sosial dan Psikologis
Menurut pendekatan PsikoSosial, terbentuknya Gangguan
Identitas Gender dipengaruhi oleh interaksi temperamen anak, kualitas dan sikap
dari orang tua.Secara budaya, masih terdapat larangan bagi anak laki-laki untuk
menunjukkan perilaku feminisme dan anak wanita menjadi tomboy, termasuk akan
pembedaan terhadap pakaian dan mainan untuk anak laki-laki dan wanita (Kaplan, Sadock, &Grebb, 1994).
Hipotesis lain adalah bahwa perilaku feminism yang stereotip pada anak laki-laki
di dorong oleh ibu yang sejak sebulan kelahiran anak sangat menginginkan anak
perempuan (Davison dan Neale,2001).
2.4 Diagnosis
dan Gambaran Klinis
Menurut DSM-IV , ciri penting dari gangguan identitas
jenis kelamin adalah penderitaan yang persisten dan kuat tentang jenis kelamin
seseorang . Berikut Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Identitas Jenis
Kelamin.
A. Identifikasi kepada jenis
kelamin (cross-gender) yang kuat dan persisten (bukan semata-mata keinginan
mendapatkan sesuatu keuntungan kultural karena memiliki jenis kelamin lain.
B. Ketidak sukaan yang menetap
dengan jenis kelaminnya sendiri atau merasa tidak sesuai dalam peran jenis
kelamin tersebut.
C. Gangguan tidak bersamaan
dengan kondisi interseks fisik.
D. Gangguan menyebabkan
penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,
pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
Berdasarkan DSM-III-R , empat diagnosis gangguan identitas
jenis kelamin :
a. Gangguan identitas jenis
kelamin pada masa anak –anak
b. Transseksulisme
c. Gangguan identitas jenis
kelamin pada masa remaja atau dewasa, tipe nontransseksual
d. Gangguan identitas jenis
kelamin yang tidak ditentukan ( not otherwise specified )
Sedangkan menurut DSM-IV ,
tiga diagnosis yang digunakan :
a. Gangguan identitas jenis
kelamin pada anak – anak
b. Gangguan identitas jenis
kelamin pada masa remaja dan dewasa
c. Gangguan identitas jenis
kelamin yang tidak ditentukan
2.5 Jenis-Jenis
Gangguan Identitas Jenis Kelamin
- Transeksual
Transeksual adalah suatu kelainan identitas jenis kelamin
yang nyata dimana penderita meyakini bahwa mereka adalah korban dari suatu
kecelakaan biologis yang terjadi sebelum mereka lahir yang secara kasar terpenjarakan
dalam sebuah tubuh yang tidak sesuai dengan identitas jenis kelamin mereka yang
sesungguhnya.
Penderita gangguan transeksual sebagian besar adalah
laki-laki yang mengenali dirinya sebagai wanita, yang biasanya timbul pada awal
masa kanak-kanak dan melihat alat kelamin dan penampakan kejantanannya dengan
perasaan jijik. Transeksual jarang ditemukan pada wanita. Penyebab terjadinya
transeksual karena adanya perasaan tidak nyaman akan kondisi fisik tubuhnya
yang kemudian menyebabkan individu terkait melakukan penggantian alat vitalnya.
Dalam Diagnosis Gangguan Jiwa (Maslim, 2003), diagnosa transeksualisme yaitu:
a. Untuk menegakkan diagnosis, identitas transeksual harus sudah menetapselama
minimal 2 tahun, dan harus bukan merupakan
gejala dari gangguan jiwa lain seperti skizofrenia, atau berkaitan dengan
kelainan interseks, genetik atau kromosom.
b. Gambaran Identitas,sbb:
§
Adanya hasrat untuk hidup dan
diterima sebagai anggota dari kelompok lawan jenisnya, biasanya disertai
perasaan risih, atau ketidakserasian, dengan anatomi seksualnya; dan
§
Adanya keinginan untuk mendapatkan
terapi hormonal dan pembedahan untuk membuat tubuhnya semirip mungkin dengan
jenis kelamin yang diinginkan.
2. Transvestisme Peran Ganda
Pedoman
Diagnostik(PPDGJ III), yaitu:
a. Mengenakan pakaian dari lawan jenisnya sebagai bagian dari eksistensi
dirinya untuk menikmati sejenak pengalaman sebagai anggota lawan jenisnya;
b. Tanpa hasrat untuk mengubah jenis kelamin secara lebih permanen atau
berkaitan dengan tindakan bedah;
c.
Tidak ada perangsangan seksual
yang menyertai pemakaian pakaian lawan jenis tersebut, yang membedakan gangguan
ini dengan transvetisme fetishistik.
3. Homoseksual
Homoseksual menjelaskan adanya dorongan seksual yang kuat
terhadap sesama jenis. Semenjak kata ini ditemukan pada tahun 1869 oleh Karl-Maria Kertbeng, Homoseksual memberi
pengaruh hebat terhadap konsep modern orientasi seksual. Homoseksual sendiri
dapat mengacu pada:
a. Orientasi Seksual yang ditandai
dengan kesukaan
seseorang dengan
orang lain mempunyai kelamin
sejenis secara biologis atau identitas gender yang sama.
b. Perilaku seksual dengan seseorang
yang bergender sama tidak peduli orientasi seksual atau identitas gender
c. Identitas seksual atau Identifikasi
Diri yang
mungkin dapat mengacu kepada perilaku homoseksual atau orientasi homoseksual.
Istilah homoseksual lebih lazim digunakan bagi pria yang menderita penyimpangan
ini, sedangkan bagi wanita keadaan yang sama lebih lazim disebut lesbian.
Kecenderungan ini dapat dibagi atas beberapa kualitas tingkah laku homoseksual
antara lain:
1)
Homoseksual ekslusif
Bagi pria yang memiliki kecenderungan homoseksual ekslusif,
daya tarik wanita sama sekali tidak membuatnya terangsang, bahkan ia sama
sekali tidak mempunyai minta seksual terhadap wanita. Dalam kasus semacam ini,
penderita akan impoten apabila ia memaksakan diri untuk mengadakan relasi
seksual dengan wanita.
2)
Homoseksual Fakultatif
Hanya pada situasi yang mendesak dimana kemungkinan ini
mendapatkanpartner lain sejenis,sehingga tingkah laku homoseksual timbul
sebagai usaha menyalurkan dorongan seksualnya.Misalnya dipenjara. Nilai tingkah
laku ini dapat disamakan dengan tingkah laku onani atau masturbasi.
3)
Biseksual
Orang ini dapat mencapai kepuasan erotis optimal baik
dengan sesama jenis maupun dengan lawan jenis. Biseksualitas berarti memiliki
responsivitas seksual terhadap kedua jenis kelamin. Tak jarang anak-anak dan
remaja memiliki ketertarikan seksual
terhadap orang dengan jenis kelamin yang sama. Biseksualitas sejati lebih
sering terjadi pada perempuan dibandingkan lelaki.
2.6 Tatalaksana Bagi Gangguan Identitas & Jenis Kelamin
Ada 2 terapi yang bisa digunakan
dalam penanganan gangguan identitas jenis kelamin ini, yaitu : terapi secara
medis dan terapi secara psikologis.
1. Terapi secara
psikologis
Pengobatan untuk gangguan ini terutama terdiri dari
psikoterapi dan hipnosis. Terapi berupaya mengungkap dan menemukan semua
kepribadian yang terdapat dalam diri penderita dengan proses hipnosis. Pada
saat terhipnosis dan individu masuk dalam kondisi ambang, terapi dapat
memenggil / bertemu dengan kepribadian-kepribadian lainnya. Memahami peran dan
fungsi masing-masing kepribadian.Terapi akan berusaha untuk membangun hubungan
yang baik dan efektif dengan setiap kepribadian dan berusaha untuk menjadi
sosok yang dapat dipercaya dan memberikan perlindungan. Setelah mengetahui,
memahami, dan memiliki hubungan yang baik dengan setiap kepribadian, proses
selanjutnya adalah membuat kepribadian aslinya untuk bisa menerima dan membuka
diri kepada kepribadian lainnya.
Proses ini tidak berjalan dengan mudah, karena penyatuan
tersebut individu biasanya akan merasakan kembali hal-hal yang dialami
kepribadian lainnya seperti pengalaman disakiti, dilecehkan dan juga percobaan
bunuh diri. Kembalinya ingatan tersebut merupakan maslah baru bagi individu dan
membutuhkan penangan lainnya.
Namun hal ini tidak berhasil untuk beberapa kasus. Banyak
kasus berakhir tanpa penyembuhan. Adapun obat – obat medis seperti
anti-depresan dan anti-psikotik juga kadang-kadang digunakan untukmengendalikan
pikiran dan perasaan individu agar tetap pada kondisi normal.
2.
Terapi
secara medis
Adapun obat – obat medis seperti anti-depresan dan
anti-psikotik kadang-kadang digunakan untuk mengendalikan pikiran dan
perasaan individu agar tetap pada kondisi normal.
a.
Anti - psikotik
Anti-Psikotik
bermanfaat pada terapi psikosis akut
maupum kronik, suatu gangguan jiwa yang berat. Ciri terpenting antipsikosis
ialah :
·
Berefek anti psikosis yaitu
berguna mengatasi agresivitas. Hiperaktivitas dan labilitas emosional pada
pasien psikosis.
·
Dosis besar tidak menyebabkan koma
yang dalam atau anestesia.
·
Dapat menimbulkan gejala
ekstrapiramidal yang reversibel atau ireversibel. Amtipsikotik menurut efek
smping ekstrapiramidal terbagi 2 yaitu : antipsikotik yang tipikal (efek
ekstrapiramidal yang nyata) dan
antipsikotik yang atipikal (efek ekstrapiramidal yang minimal).
·
Tidak menimbulkan ketergantungan
fisik dan psikis.
Penggolongan
obat dan contoh-contohnya adalah sebagai berikut :
A. Antipsikosis tipikal golongna fenotiazin :
Klorpromazin, flufenazin, perfenazin,
tioridazin trifluferazin
B. Antipsikosis tipikal golongan lainnya :
Klorprotiksen, droperidol, haloperidol,
loksapin, molindon,tioktiksen
C. Antipsikosis atipikal :
Klozapin, olanzapin, risperindon ,quetiapin,
sulpirid, ziprasidon, aripriprazol, zotepin, amilsulpirid
b.
Anti depresan
Anti- Depresi adalah obat
untuk mengatasi atau mencegah depresi mental. Depresi didefinisikan sbagai
gangguan mental dengan penurunan mood, kehilangan minat atau perasaan senang,
adanya persaan bersalah atau rendah diri, gangguan tidur penurunan selera
makan, sulit konsentrasi atau kelemahan
fisik (WHO 2006) gangguan ini dapat menjadi kronik atau kambuh dan mengganggu
aktivitas pasien. Pqada keadaan terburuk dapat mencetuskan bunuh diri, suatu
kejadian fatal yang dewasa ini semakin sering terjadi. Perbaikan depresi
ditandai dengan perbaikan alam perasaan, bertambahnya aktivitas fisik dan
kewaspadaan mental, nafsu makan dan pola pikir lebih baik dan berkurangnya
keinginan untuk bunug diri. Adapun penggolongan dan jenis-jenis obatnya adalah
sebagai berikut :
·
Golongan trisiklik
Imiprapin, amitriptilin
·
Golongan heterosiklik (generasi kedua dan ketiga)
Amoksapin, maprotilin, trazodon, bupropion,
venlafaksin, mirtazapin,nefazodon.
·
Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs)
Fluoksetin, paroksetin, setralin, fluvoksamin,
sitalopram.
·
Golongan Serotonin Norepinefrin Reuptake Inhibitors (SNRI)
Venlafaksin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar